Aku Sudah Selesai dengan Urusan Pada Diriku Sendiri, tapi Tidak dengan Orang Lain | 27 Maret 2025
Aku sudah merasa cukup dengan diriku sendiri, aku sudah merasa sangat bahagia dengan segala lika-liku kehidupan. Aku sangat merasa bersyukur bisa lahir di zaman kedamaian perang, aku bisa makan enak dengan cukup, bermain dengan teman-temanku tanpa takut suara tembakan, aku bisa mendapatkan akses pada komputer dan internet, aku bisa mengakses air bersih dan aku tidak harus mencium bau-bau tak sedap, aku bisa mengumpulkan uang untuk membeli sesuatu yang aku inginkan—meskipun terbatas—aku bisa bertemu orang-orang dengan rasa aman, aku tak bisa membayangkan betapa gelapnya hidup di mana orang-orang tidak saling percaya satu sama lain hingga saling tusuk menusuk (baik secara harfiah maupun kiasan)., aku punya waktu untuk bermain game, aku bisa bersekolah dengan gratis walaupun kualitasnya kek tai; tanpa merendahkan yang di gaza, aku cukup beruntung tidak dilahirkan di negara yang konflik perang, aku cukup beruntung tidak dilahirkan di Israel dan dibenci semua orang, walaupun aku tidak cukup beruntung dilahirkan di Indonesia yang pemerintahannya sekarang kacau, tapi ini tidak terlalu buruk kan? Aku masih bisa berjuang sambil menikmati makanan dan secangkir kopi.
Aku menyadari bahwa kesengsaraan hidup adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari, kesengsaraan hanya bisa dirasakan. Namun, pilihan bagaimana kita akan merasakannya ada di tangan kita sendiri, dan aku memilih untuk menikmatinya.
Aku sudah merasa sangat bahagia, aku juga cukup beruntung bahwa hidupku patut disyukuri, dan sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk membuat seseorang bahagia.
Aku melihat bahwa masih banyak orang yang tidak seberuntung aku, walaupun aku saat ini tidak memenuhi standar apapun untuk hidup layak di era modern ini tetapi aku bisa memenuhi standar kehidupan sebagai manusia yang sehat. Aku masih melihat ketidakadilan, kesesatan, dan perseteruan yang tak henti-henti. Aku tidak bisa tinggal diam, aku tergerak karena aku peduli, itu yang membuatku berjuang dan bekerja keras untuk menjadi sosok yang berpengaruh, fundamental sekaligus cita-cita terbesarku adalah “memberikan manfaat sebanyak-banyaknya”. Aku tidak mengejarnya hanya demi kebahagiaanku, tetapi karena aku peduli, aku merasa bisa melakukan sesuatu, dan aku merasa bertanggung jawab.
Namun, semua kebahagiaan ini berasal dari perjuangan orang-orang terdahulu. Di mana mereka mengorbankan diri mereka untuk masa depan orang-orang. Aku menikmati darah dan keringat dari perjuangan nenek moyang kita untuk saling percaya, bahwa aku dan kamu adalah kita, tidak ada “mereka”. Aku merasa punya tanggung jawab untuk membalas jasa mereka, dengan sama-sama berjuang demi masa depan manusia yang lebih baik. Namun, aku menawarkan pandangan lain bahwa bukan aku dan kamu saja yang bisa dikatakan “kita”, tetapi juga kucing itu, daun itu, air itu, gunung itu; adalah kita semua—kita adalah ekosistem tersebut. Kita sebagai manusia terlalu merasa superior dan aku rasa semua manusia memiliki god complex. Kita menyakiti alam tanpa kita disakiti olehnya, faktanya alam tidak bisa memiliki kebebasan untuk bertindak dan ia hanya merespon. Fakta lainnya alam itu sendiri yang merawat kita selama 2,5jt tahun. Untuk manusia yang hobinya merusak alam, aku tak bisa menyebut mereka sebagai anjing, babi, dan lain sebagainya; Karena mereka lebih buruk daripada hewan apapun di bumi ini.