Kepercayaanku Tentang Hidup Ini | 12 Februari 2025

Aku dilahirkan di keluarga yang cukup taat muslim, dan aku juga percaya aku bisa menjadi seperti ini adalah karena aku juga taat beribadah, sholat 5 waktu, berusaha memiliki akhlak yang baik, menjauhi larangannya dan mendekati perintahnya. Aku juga selalu beranggapan bahwa di setiap saat, ada selalu suatu entitas yang memperhatikanku, bahkan saat aku melakukan perbuatan yang buruk, aku masih sadar akan hal itu, memproyeksikan rasa kecewa entitas tersebut, dalam hati aku juga berjanji untuk tidak melakukannya lagi dan menyalahkan pada nafsuku, sisi diriku yang berbeda (bukan lobus prefrontal) dan sebagainya.

Namun, aku juga sangat terbuka dengan berbagai pandangan lain, dan aku juga senantiasa mempelajari cara kerja dunia yang terkadang sekilas berlawanan dengan kepercayaan agamaku.

Sekarang, yang aku percaya tentang dunia ini adalah bahwasannya memang di dunia ini ada keberadaan tuhan yang maha esa, dan aku melihatnya seperti alam, gaia, atau apapun orang menyebutnya, yang pasti semua itu hanyalah sebutan, apapun sebutannya itu tidak penting, yang pasti tuhan itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita pahami bagaimanapun. Aku percaya, bahwasannya kejahatan di dunia ini, adalah hasil dari hukum yang dibuat alam (tuhan), dan “kejahatan” juga sebenarnya adalah hanyalah persepsi manusia. Karena tuhan adalah maha baik dan maha bijaksana dan tuhan adalah sesuatu yang tidak kita pahami, maka kita tidak dapat memahami arti “kebijaksanaan” dan “kebaikan” tuhan sebagaimana persepsi kita yang sangat terbatas. Aku percaya pasti akan ada selalu hikmah dari setiap hal, bahkan dari hal-hal yang paling kita benci sekalipun, hanya mungkin kita terlalu dungu untuk memahaminya, dan menyerah dengan cara memahami hal rumit dan tak sesuai dengan kapasitas otak manusia dengan cara yang sederhana dan disesuaikan dengan kapasitas nalar kita yang terbatas. Aku juga menganggap bahwa manusia itu terlalu sombong, menganggap dirinya superior, menganggap dirinya penting, padahal manusia hanyalah hewan berbicara yang tamak dan sombong.

Ketika aku mempelajari tentang ekologi (alam) dan membaca buku sejarah manusia (sapiens: Yuval Noah Harari) aku selalu menganggap bahwa manusia hanya secara kebetulan dapat berpikir kompleks, tidak ada hal-hal yang membedakan dari sesuatu yang ada di semesta ini. Manusia seringkali tidak mau disamakan dengan hewan, menganggap dirinya spesies lain yang sangat spesial. Seperti saat adanya teori Darwin, banyak manusia yang tidak mau disamakan dengan hewan, jelas manusia itu sangat sombong. Padahal, tanpa keberadaan hal yang kita anggap remeh, kita mungkin tidak ada, dan karena kesombongannya menganggap dirinya spesial, manusia merusak alam hanya demi kepentingan dirinya sendiri. Jika terus begini, manusia akan musnah karena kesombongan dan ketamakannya sendiri. Menurutku, manusia memiliki sifat god complex, sebagai buktinya, manusia yang membaca ini tidak menerima dirinya disebut seperti ini. Bahkan manusia tidak mau mengakui kejahatannya pada planet ini dan penghuni lainnya, manusia adalah hewan cerdas yang mengembangkan kesadaran dan kekuasaannya jauh lebih tinggi, namun sayangnya perkembangan evolusi berjalan dengan lamban sehingga sifat dasar makhluk hidup untuk berkembang biak sebanyak-banyaknya (sifat tamak) masih bertahan. Mungkin jika manusia bisa bertahan lebih lama, manusia bisa menjadi lebih bijaksana. Dengan kesadaran dan kekuasaannya yang tinggi, manusia menjadi penuntun peradaban alam semesta. Tujuannya bukan lagi untuk berkembang biak sebanyak-banyaknya atau mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, tetapi merawat kehidupan.

Aku mengadopsi islam dan sains dalam kepercayaanku, bahkan mungkin pendapat lainnya. Aku rasa bahwa islam juga bertujuan agar kita bisa lebih objektif dalam kehidupan. Menyerahkan semua urusan yang tidak bisa kita kontrol pada tuhan yang maha esa sebagai hukum alam, bekerja keras dan beramal saleh. Sholat adalah pengingat agar kita tidak terlalu tenggelam dengan urusan “duniawi” dan nafsu, bahwa kita punya tujuan yang lebih mulia dari urusan “duniawi”. Aku juga akan mempelajari lebih jauh tentang agamaku sendiri, aku rasa aku masih belum layak mengkaji seluruh isi Al-Quran. Islam menurutku membuat kita lebih dekat dengan pandangan objektif dan saintifik, kita tidak perlu menyembah benda, hewan, ataupun manusia. Yang kita lakukan adalah perawatan (amal saleh) sebagaimana perintah Allah yang ada di Al-Quran. Aku melihat stoiksime, buddha, dan sains dalam islam, mungkin ada juga kemanusiaan. Aku juga percaya bahwa keadaan awal kita (saat kita dilahirkan), adalah postulat kita untuk memahami kehidupan ini. Bukan hanya tentang kemanusiaan tapi lebih jauh lagi (kita dilahirkan sebagai manusia, maka ini menjadi postulat untuk memahami dunia dimulai dari memahami manusia).